Hipoksia K-59
Hipoksia adalah kondisi di saat tubuh mengalami kekurangan oksigen untuk tetap hidup. Istilah ini sangat dikenal oleh para penggiat alam bebas terutama pendaki gunung yang kerap berada pada lokasi yang memiliki kondisi ekstrim. Sering juga digolongkan dalam penyakit ketinggian. Misalnya pada puncak gunung atau rute menuju puncak gunung dengan ketinggian tertentu. Demikian pula pilot-pilot pesawat tempur terlihat selalu menggunakan masker oksigen saat mengoperasikan F-16, Sukhoi atau burung-burung besi lain.
Tapi tetap waspada, hipoksia juga bisa terjadi di dataran rendah dan saat anda menggunakan kendaraan sipil. Fenomena ini saya amati secara terus menerus selama beberapa bulan terakhir pada rute operasional K-59 Jurusan Jababeka-UKI-Cililitan !!!. Di dalam Isuzu Elf mikrobus ini kita dituntut untuk siaga selalu bersaing memperebutkan jatah oksigen dengan 23 orang lain.
Gejala-gejala hipoksia di K-59 hampir tidak jauh berbeda dengan hipoksia akibat berada pada ketinggian salah satunya adalah korban tidak menyadari gejalanya sampai akhirnya pingsan dan berakhir pada kematian. Nagh... hipoksia di K-59 ini biasanya hanya menyebabkan kematian sementara. Kematian sementara ini biasanya terjadi saat K-59 telah memasuki jalan tol dan semua penumpang telah menunaikan kewajiban membayar ongkos sebesar kurang lebih $ 50 cent. (Rp. 4500 : red).
Setelah membayar ongkos biasanya para penumpang mulai sibuk dengan pikirannya masing-masing. Yang tidak terbiasa mikir pun kelihatannya sedang berpikir. Ini terbukti dengan sangat lazimnya gaya "The Thinker" ditemui. Kalo anda ga tau apa itu gaya "The Thinker" itu adalah gaya saat anda menopangkan dagu anda di punggung tangan dan siku tangan dipangkukan ke lutut. Pandangan menuju ke bawah seolah-olah sedang mencari sesuatu. Kalo masih belum tau juga, coba deh kalo akhir bulan di saat keuangan menipis dan tiba-tiba ada kebutuhan mendesak lalu anda bingung mo cari pinjaman kemana, amati, posisi apa yang sering anda lakukan. Saya jamin anda akan paham apa itu posisi "The Thinker".
Di jalan tol yang mulus, hampir semua orang telah berpose "The Thinker" dengan variannya masing-masing, ada yang menggunakan dua tangan untuk menopang dagu, ada yang pura-pura ga sengaja ato karena sempit menopangkan sikunya pada paha milik bidadari K-59 di sebelahnya, sampai yang nekat menggunakan punggung tangan orang lain untuk menopang dagunya. Yang terakhir ini dan orang-orang yang sok akrab "meminjamkan" tangannya untuk menopang dagu orang lain (cewe dan harus luthu tentunya) biasanya tak banyak ditemui di K-59. Di samping takut dengan ancaman 50 juta (menurut RAPP) juga karena populasi mahluk-mahluk luthu di K-59 tidak terlalu banyak. Mereka-mereka biasanya menggunakan Patas AC 121, Trans Jababeka atau Trans Lippo Cikarang yang memang lebih beradab.
Nah, beberapa saat kemudian para pemikir ini biasanya mulai menyadari betapa rumitnya pemikiran mereka, sampai-sampai mulai memejamkan mata dan tentunya dengan kerut di kening. Fase berikutnya, otak yang dipaksa terus berpikir tentu membutuhkan oksigen lebih sehingga tak jarang para penderita hipoksia K-59 ini terpaksa melebarkan sedikit saluran penerimaan oksigennya. Karena lubang hidung telah maksimal terbuka, maka mulut pun mulai berperan optimal. Calangap...!!! Beuhh... pada fase ini sudah dapat disimpulkan bahwa mereka telah menderita hipoksia akut yang menyebabkan "kematian sementera" yang sering diikuti oleh gejala "kerek" (ngorok :red).
Pada beberapa kejadian sering ditemui pula ketidaklaziman yakni para penumpang K-59 yang telah berfose "The Thinker", calangap dan kerek dalam "kematian sementara" mereka mulai bertingkah aneh dengan saling mengadu kepala masing-masing. Apa ga sakit ya?. Setelah saling mengadu kepala biasanya mereka akan mengalami kesadaran sementara lalu menunjukkan ekspresi bodoh dan senyum yang asem se-asem sayur asem dan ketek (ketiak :red) trus kembali tidak sadar dan mengulangi gejala "adukepala-tisme" berulang-ulang.
Hipoksia di K-59 ini bukanlah satu-satunya ancaman bagi para komuter di dataran rendah yang menggunakan kendaraan sipil. Saat tubuh dipaksa menderita akibat gejala-gejala hipoksia, anggota tubuh lain juga sering mengalami beragam gejala seperti yang ditunjukkan akibat penyakit ketinggian lainnya. Anda mungkin pernah mendengar istilah frozz-bite atau gigitan salju. Penyakit ini menyebabkan bagian tubuh anda (jari tangan atau kaki, hidung) mati rasa akibat pembekuan pembuluh darah sehingga pada kondisi tertentu amputasi mesti dilakukan. Di K-59 anda pun bisa mengalami claustro-bite yaitu kondisi sempit yang menyebabkan anda tidak dapat duduk dengan nyaman dan hampir sekujur tubuh anda tidak memperoleh ruang yang cukup untuk bergerak sehingga kaki mesti ditekuk selama ber jam-jam lamanya, tulang punggung tidak memperoleh posisi yang ergonomis, bahkan pantat anda akan mati rasa. Beeuuuhhh... jangan heran jika kemudian anda hampir tidak bisa membedakan mana kelingking anda dan mana yang lobang hidung orang lain. Kejadian salah ngupil merupakan gejala awal dari xeno-bite K-59. Hipoksia dan claustro-bite K-59 hanyalah segelintir penyakit yang bisa mengancam anda saat berada di dataran rendah, dalam kota dan menunggangi kendaraan sipil. Yang belum bisa dijelaskan sampai saat ini adalah bahwa gejala hipoksia berupa kematian sementara, adukepala-tisme dan calangap-sitis ini biasanya hilang seketika saat K-59 mulai mendekati UKI. Perlu studi lanjutan kiranya agar dapat menjadi bahan masukan bagi penelitian dalam upaya menemukan serum anti hipoksia K-59.
Nah beberapa penjelasan di atas mungkin dapat memberika masukan bagi anda bahwa berada di dalam kota, pada dataran rendah, memiliki bahaya dan tantangan yang relatif sama dengan beraktivitas di alam bebas semisal mendaki gunung misalnya. Belum lagi kalo kita membahas ancaman terbesar di K-59 yaitu kepercayaan diri berlebihan dari bapak sopir yang budiman yang menganggap si merah kesayangannya (warna K-59), sama kuat dan sama gagahnya dengan tronton atawa truk gandeng berbobot ratusan ton.
PS : Ayo mendaki gunung...!!!
Tapi tetap waspada, hipoksia juga bisa terjadi di dataran rendah dan saat anda menggunakan kendaraan sipil. Fenomena ini saya amati secara terus menerus selama beberapa bulan terakhir pada rute operasional K-59 Jurusan Jababeka-UKI-Cililitan !!!. Di dalam Isuzu Elf mikrobus ini kita dituntut untuk siaga selalu bersaing memperebutkan jatah oksigen dengan 23 orang lain.
Gejala-gejala hipoksia di K-59 hampir tidak jauh berbeda dengan hipoksia akibat berada pada ketinggian salah satunya adalah korban tidak menyadari gejalanya sampai akhirnya pingsan dan berakhir pada kematian. Nagh... hipoksia di K-59 ini biasanya hanya menyebabkan kematian sementara. Kematian sementara ini biasanya terjadi saat K-59 telah memasuki jalan tol dan semua penumpang telah menunaikan kewajiban membayar ongkos sebesar kurang lebih $ 50 cent. (Rp. 4500 : red).
Setelah membayar ongkos biasanya para penumpang mulai sibuk dengan pikirannya masing-masing. Yang tidak terbiasa mikir pun kelihatannya sedang berpikir. Ini terbukti dengan sangat lazimnya gaya "The Thinker" ditemui. Kalo anda ga tau apa itu gaya "The Thinker" itu adalah gaya saat anda menopangkan dagu anda di punggung tangan dan siku tangan dipangkukan ke lutut. Pandangan menuju ke bawah seolah-olah sedang mencari sesuatu. Kalo masih belum tau juga, coba deh kalo akhir bulan di saat keuangan menipis dan tiba-tiba ada kebutuhan mendesak lalu anda bingung mo cari pinjaman kemana, amati, posisi apa yang sering anda lakukan. Saya jamin anda akan paham apa itu posisi "The Thinker".
Di jalan tol yang mulus, hampir semua orang telah berpose "The Thinker" dengan variannya masing-masing, ada yang menggunakan dua tangan untuk menopang dagu, ada yang pura-pura ga sengaja ato karena sempit menopangkan sikunya pada paha milik bidadari K-59 di sebelahnya, sampai yang nekat menggunakan punggung tangan orang lain untuk menopang dagunya. Yang terakhir ini dan orang-orang yang sok akrab "meminjamkan" tangannya untuk menopang dagu orang lain (cewe dan harus luthu tentunya) biasanya tak banyak ditemui di K-59. Di samping takut dengan ancaman 50 juta (menurut RAPP) juga karena populasi mahluk-mahluk luthu di K-59 tidak terlalu banyak. Mereka-mereka biasanya menggunakan Patas AC 121, Trans Jababeka atau Trans Lippo Cikarang yang memang lebih beradab.
Nah, beberapa saat kemudian para pemikir ini biasanya mulai menyadari betapa rumitnya pemikiran mereka, sampai-sampai mulai memejamkan mata dan tentunya dengan kerut di kening. Fase berikutnya, otak yang dipaksa terus berpikir tentu membutuhkan oksigen lebih sehingga tak jarang para penderita hipoksia K-59 ini terpaksa melebarkan sedikit saluran penerimaan oksigennya. Karena lubang hidung telah maksimal terbuka, maka mulut pun mulai berperan optimal. Calangap...!!! Beuhh... pada fase ini sudah dapat disimpulkan bahwa mereka telah menderita hipoksia akut yang menyebabkan "kematian sementera" yang sering diikuti oleh gejala "kerek" (ngorok :red).
Pada beberapa kejadian sering ditemui pula ketidaklaziman yakni para penumpang K-59 yang telah berfose "The Thinker", calangap dan kerek dalam "kematian sementara" mereka mulai bertingkah aneh dengan saling mengadu kepala masing-masing. Apa ga sakit ya?. Setelah saling mengadu kepala biasanya mereka akan mengalami kesadaran sementara lalu menunjukkan ekspresi bodoh dan senyum yang asem se-asem sayur asem dan ketek (ketiak :red) trus kembali tidak sadar dan mengulangi gejala "adukepala-tisme" berulang-ulang.
Hipoksia di K-59 ini bukanlah satu-satunya ancaman bagi para komuter di dataran rendah yang menggunakan kendaraan sipil. Saat tubuh dipaksa menderita akibat gejala-gejala hipoksia, anggota tubuh lain juga sering mengalami beragam gejala seperti yang ditunjukkan akibat penyakit ketinggian lainnya. Anda mungkin pernah mendengar istilah frozz-bite atau gigitan salju. Penyakit ini menyebabkan bagian tubuh anda (jari tangan atau kaki, hidung) mati rasa akibat pembekuan pembuluh darah sehingga pada kondisi tertentu amputasi mesti dilakukan. Di K-59 anda pun bisa mengalami claustro-bite yaitu kondisi sempit yang menyebabkan anda tidak dapat duduk dengan nyaman dan hampir sekujur tubuh anda tidak memperoleh ruang yang cukup untuk bergerak sehingga kaki mesti ditekuk selama ber jam-jam lamanya, tulang punggung tidak memperoleh posisi yang ergonomis, bahkan pantat anda akan mati rasa. Beeuuuhhh... jangan heran jika kemudian anda hampir tidak bisa membedakan mana kelingking anda dan mana yang lobang hidung orang lain. Kejadian salah ngupil merupakan gejala awal dari xeno-bite K-59. Hipoksia dan claustro-bite K-59 hanyalah segelintir penyakit yang bisa mengancam anda saat berada di dataran rendah, dalam kota dan menunggangi kendaraan sipil. Yang belum bisa dijelaskan sampai saat ini adalah bahwa gejala hipoksia berupa kematian sementara, adukepala-tisme dan calangap-sitis ini biasanya hilang seketika saat K-59 mulai mendekati UKI. Perlu studi lanjutan kiranya agar dapat menjadi bahan masukan bagi penelitian dalam upaya menemukan serum anti hipoksia K-59.
Nah beberapa penjelasan di atas mungkin dapat memberika masukan bagi anda bahwa berada di dalam kota, pada dataran rendah, memiliki bahaya dan tantangan yang relatif sama dengan beraktivitas di alam bebas semisal mendaki gunung misalnya. Belum lagi kalo kita membahas ancaman terbesar di K-59 yaitu kepercayaan diri berlebihan dari bapak sopir yang budiman yang menganggap si merah kesayangannya (warna K-59), sama kuat dan sama gagahnya dengan tronton atawa truk gandeng berbobot ratusan ton.
PS : Ayo mendaki gunung...!!!
Comments
dan sekarang alhamdulillah, sayapun telah menguasai seni tidur sambil berdiri.
("It is an art, not just a daily-trained skill" - perkataan bijak seorang tukang tidur di gerbong)