Menang Pada Saatnya
Begitulah ceritanya. Dalam dua minggu terakhir hasil seleksi beasiswa StuNed dan NFP Fellowship diumumkan. Untuk StuNed, saya sudah sampai tahap interview, sementara NFP dengan prosesnya yang tertutup tanpa pertanda tanpa isyarat telah mengirimkan berita yang menyentuh kalbu itu. Hasilnya disampaikan lewat email, lengkap dengan lampiran-lampirannya. Surat penolakan dari dua beasiswa itu nadanya hampir sama. Bahwa tahun ini begitu banyak kandidat yang bagus, sehingga tidak memungkinkan bagi institusi untuk memberikan beasiswa bagi semua kandidat yang baik. Membaca surat ini saya sadar bahwa mungkin saya masuk dalam kategori "good" tapi pasti belum masuk dalam kategori "best".
Sempat muncul rasa frustasi yang mendorong keinginan untuk menghentikan upaya mencari beasiswa. Saya sudah mencoba sejak 2008 dan sampai saat ini masih belum dapat kesempatan untuk memperoleh beasiswa. Sampai akhirnya saya baca tulisan di sebuah blog tentang pemburu beasiswa lain yang bertahun-tahun masih juga belum memenangi satupun beasiswa. Padahal suaminya (yang seorang pemenang beasiswa dan suka memberi saran kepada para pemburu beasiswa lewat blog dan milis) telah mengeluarkan segenap pengetahuan untuk membantu kesuksesan sang istri. Pun sang istri adalah kandidat yang patut diperhitungkan karena memiliki indeks prestasi yang bagus, pilihan program studi yang sangat berguna bagi bangsa serta pengalaman organisasi yang tidak sedikit. Hati ini rasanya sedikit terobati, bukan karena ada orang yang lebih susah dari saya, melainkan karena akhirnya muncul kesadaran bahwa hasil memang mutlak bukan wewenang makhluk.
Saya tidak menafikkan ada rasa iri pada mereka-mereka yang baru sekali mencoba saja sudah langsung sukses. Meski kadang terpikir juga bahwa mungkin saja mereka baru mencoba sekali, tapi jangan-jangan persiapannya sudah bertahun-tahun yang lalu. Tidak mudah memang menerima kegagalan. Kini saya mulai bisa lapang dada menerimanya. Namun ternyata ada yang lebih sulit lagi, belajar dari kegagalan dan menang pada saatnya. Ya, menang pada saatnya.
Sempat muncul rasa frustasi yang mendorong keinginan untuk menghentikan upaya mencari beasiswa. Saya sudah mencoba sejak 2008 dan sampai saat ini masih belum dapat kesempatan untuk memperoleh beasiswa. Sampai akhirnya saya baca tulisan di sebuah blog tentang pemburu beasiswa lain yang bertahun-tahun masih juga belum memenangi satupun beasiswa. Padahal suaminya (yang seorang pemenang beasiswa dan suka memberi saran kepada para pemburu beasiswa lewat blog dan milis) telah mengeluarkan segenap pengetahuan untuk membantu kesuksesan sang istri. Pun sang istri adalah kandidat yang patut diperhitungkan karena memiliki indeks prestasi yang bagus, pilihan program studi yang sangat berguna bagi bangsa serta pengalaman organisasi yang tidak sedikit. Hati ini rasanya sedikit terobati, bukan karena ada orang yang lebih susah dari saya, melainkan karena akhirnya muncul kesadaran bahwa hasil memang mutlak bukan wewenang makhluk.
Saya tidak menafikkan ada rasa iri pada mereka-mereka yang baru sekali mencoba saja sudah langsung sukses. Meski kadang terpikir juga bahwa mungkin saja mereka baru mencoba sekali, tapi jangan-jangan persiapannya sudah bertahun-tahun yang lalu. Tidak mudah memang menerima kegagalan. Kini saya mulai bisa lapang dada menerimanya. Namun ternyata ada yang lebih sulit lagi, belajar dari kegagalan dan menang pada saatnya. Ya, menang pada saatnya.
Comments